BAUKSIT

  • by
port, port cranes, dirty from operation-1375711.jpg

Rozeff Pramana

Dosen Prodi Teknik Elektro – UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

Logam merupakan bahan baku strategis dalam pembangunan suatu negara. Jenis logam diantaranya Aluminium, tembaga, besi, emas, perak, Nikel, platina, timah, zink merupakan logam yang banyak kita temui dan kita pergunakan dalam keseharian kita. Salah satu jenis logam yaitu Aluminum adalah logam dengan ciri ringan dan lembek. Aluminium dapat dibentuk menjadi logam campuran yang ringan dan kuat yang banyak dipakai untuk kemasan kaleng minuman, badan kapal, badan pesawat, mobil, kabel hingga untuk keperluan dapur. Aluminium menjadi logam alternatif bagi peralatan yang memperhitungkan beban karena lebih ringan dari besi. Bahkan aluminium dengan campuran logam lainnya menjadi logam yang lebih ringan namun lebih keras dari besi. Aluminium dihasilkan melalui proses, dan bahan dasar pembuatan aluminium adalah Bauksit.

Kepuluan Riau dan kalimanatan Barat merupakan dua provinsi yang memiliki sumber daya Bauksit terbesar di Indonesia. Potensi bauksit tersebut keseluruhan mencapai sekitar 3,47 miliar ton. Dengan potensi tersebut menempatkan Indonesia di posisi ke 7 sebagai negara yang memiliki sumber bauksit terbesar di dunia. Indonesia juga menempati masing-masing posisi ke 4 dunia sebagai negara yang kaya mineral besi baja (pasir besi, magneit, hematit) dan mineral Nikel.

Dari sisi konsumsi aluminium, Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju lainnya, bahkan dibawah rata-rata negara Asean.

Tabel 1. Konsumsi Aluminium per kapita/tahun

DATA1

Dalam hal produksi, China merupakan negara produsen aluminium terbesar dunia dengan kemampuan produksi mencapai 16,8 juta ton pertahun. Indonesia sendiri berada diperingkat ke 25 dengan memproduksi aluminium sekitar 250 ribu ton per tahun.

Tabel 2. Negara produsen Aluminium

DATA2

Provinsi Kepri memiliki cadangan Bauksit diperkirakan mencapai 180,97 juta ton, cadangan terbesar berada di Kabupaten Lingga dengan jumlah sekitar 168,96 juta ton. Lahan bauksit tersebut mencapai 34.993 Ha masing-masing 1,64% dari luas tersebut berada di Karimun, Lingga (93,36%), Tanjung Pinang (1,61%), Bintan (2,33%) dan 1,06% berada di perbatasan dua wilayah. Namun disayangkan bauksit yang kita miliki tidak kita olah sendiri melainkan di eksport untuk diolah oleh negara lain menjadi aluminium.

Untuk mengolah bauksit menjadi aluminium, maka bauksit tersebut harus diolah terlebih dahulu menjadi alumina. Dari alumina inilah kemudian bisa diproses menjadi aluminium. Terlepas dari segala permasalahan terkait dengan penambangan bauksit tersebut, mari kita hitung-hitungan untuk membandingkan mana yang lebih menguntungkan mengeksport bauksit sebagai bahan mentah atau mengolahnya sendiri menjadi aluminium????

Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita ambil contoh eksport Bauksit Indonesia ke China yang setiap tahunnya mencapai 39,7 juta Ton yang bernilai sekitar USD 1 Miliar. Dari bauksit sejumlah tersebut menghasilkan 20 juta Ton Alumina dengan nilai USD 12 Miliar. Dan bila Alumina tersebut diolah akan menghasilkan 10 juta Ton Aluminium dengan nilai sekitar  USD 20 Miliar, Appralex (2012).

DATA3

Yang perlu kita ketahui, kebutuhan Aluminium Indonesia mencapai 500.000 Ton (2010) dan terus meningkat. Indonesia sendiri menghasilkan 250.000 Ton Aluminium pertahun dimana bahan bakunya yaitu Alumina sepenuhnya masih diimport. Bahan baku tersebut harus di beli ke Singapura dan London yang merupakan pasar internasional atau negara lainnya, sehingga harus dibeli dengan harga mahal. Dari hitung-hitungan tersebut, terlihat ketimpangan dimana bauksit milik kita di eksport keluar dengan harga murah, namun kita kemudian membeli hasil olahannya yaitu Alumina dan Aluminium dengan harga berpuluh kali lipat.

Kepulauan Riau hingga saat ini belum memiliki smelter untuk mengolah bauksit yang dimilikinya. Pasokan aluminium diperoleh dari Singapura sebagai salah satu pasar bahan tambang dunia. Bauksit sebagai bahan baku pembuat aluminium dengan cara tersendiri dikirim ke Negara tetangga tersebut. Namun ironisnya pelaku industry di pulau Batam sangat kesulitan mendapatkan aluminium sebagai bahan baku bagi industry mereka. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri yang disampaikan oleh pelaku industry Batam pada kementerian ESDM.

Menanggapi hal tersebut Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Mentri ESDM nomor 7 tahun 2012 terkait larangan ekspor bahan baku pertambangan berjenis nikel, besi, mangan, bauksit dan tembaga ke luar negeri. Ini dimaksud untuk menjaga sumber alam tersebut agar tidak keluar negeri dan menguntungkan sebagian kelompok kecil saja.

DATA4

Sudah selayaknya kita mengelola sendiri sumber alam yang kita miliki dan menikmati hasilnya untuk kemakmuran masyarakat, bukan jalan rusak/licin dan tanah yang tandus, dan “kucing-kucingan” dengan rakyat demi kepentingan segelintir orang/kelompok. Jangan kita gadaikan warisan anak cucu dan penerus kita.

Referensi : Appralex (2012), http://www.esdm.go.id, http://www.linggapos.com, etc

Leave a Reply

Your email address will not be published.